MUI Keluarkan Fatwa Melawan Perdagangan Satwa Liar

Majelis Ulama Indonesia menyatakan perdagangan satwa liar harus dilarang. Inilah fatwa pertama di dunia mengenai hal ini.

 Hewan langka yang dijual di Pasar Burung dan Hewan Peliharaan Jatinegara, Jakarta. Foto: Mark Leong, National Geographic

 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa, atau perintah, melawan
perdagangan satwa liar ilegal. Langkah ini belum pernah terjadi sebelumnya di negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, yang menyatakan perburuan liar atau perdagangan ilegal satwa langka menjadi haram (dilarang).

Bagi banyak orang di Barat, kata "fatwa" terkesan tak menyenangkan ketika pada 1989, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khomeini mengeluarkan ancaman mati terhadap Salman Rushdie karena penghujatan dalam novelnya, The Satanic Verses.

Tapi fatwa itu sendiri hanyalah panggilan untuk bertindak. Menjalankan ayat-ayat Alquran , fatwa soal pelarangan memburu dan memperdagangkan satwa liar diyakini menjadi yang pertama dari jenis ini di dunia.
Fatwa itu mengimbau 200 juta umat Islam Indonesia untuk mengambil peran aktif dalam melindungi dan melestarikan spesies yang terancam punah, termasuk harimau, badak, gajah, dan orangutan.

"Fatwa ini dikeluarkan untuk memberikan penjelasan, serta bimbingan kepada seluruh umat Islam di Indonesia pada perspektif syariah hukum yang terkait dengan masalah pelestarian hewan," kata Hayu Prabowo, ketua bidang lingkungan dan sumber daya alam MUI.
Fatwa itu pelengkap hukum Indonesia. "Orang-orang bisa lolos peraturan pemerintah, " kata Hayu, "tetapi mereka tidak bisa lepas dari firman Allah."

Fatwa ini terilhami pada September 2013 lewat kunjungan lapangan ke Sumatera bagi para pemimpin Muslim oleh Universitas Nasional (UNAS), WWF-Indonesia, dan Alliance of Religions and Conservation yang berkedudukan di Inggris Raya. Kementerian Kehutanan Indonesia dan organisasi HarimauKita pun menawarkan konsultasi tambahan.

Selama dialog masyarakat dengan perwakilan desa untuk membahas konflik antara penduduk desa dengan gajah sumatera dan harimau, beberapa warga desa menanyakan kedudukan hewan seperti gajah dan harimau dalam Islam.

Para pemimpin Muslim menjawab: "Mereka adalah ciptaan Allah, seperti kita. Adalah haram untuk membunuh mereka, dan menjaga mereka tetap hidup adalah bagian dari ibadah kepada Tuhan . . "
Hayu menekankan, bahwa fatwa tersebut tidak hanya berlaku untuk individu tetapi juga kepada pemerintah. Penting, bahwa korupsi dapat menjadi masalah ketika satwa liar, hutan, dan kepentingan industri seperti bisnis kelapa sawit menjadi konflik.

Fatwa ini secara khusus menyerukan kepada pemerintah untuk meninjau izin yang dikeluarkan kepada perusahaan yang merusak lingkungan dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi spesies yang terancam punah.

Kejahatan Terhadap Hidupan Liar Makin Mengkhawatirkan

Fatwa itu datang pada saat kejahatan terhadap satwa liar antarnegara telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya , dengan beban khusus pada negara - seperti Indonesia - yang masih kaya akan satwa liar dan tanaman langka atau istimewa.

Fatwa ini juga muncul pada waktu pemerintah sedang berjuang untuk menciptakan hukum dan menyiapkan petugas penegak hukum untuk memerangi kejahatan sindikat perdagangan satwa liar yang semakin canggih dan kejam.

MUI berharap fatwa yang menjembatani kesenjangan antara hukum formal dan kejahatan akan memberikan bimbingan yang kuat untuk umat Islam Indonesia, dan membantu mengurangi perdagangan satwa liar.

Tindakan Indonesia merupakan tanggapan terhadap perhatian bagi ekosistem negara daripada setiap praktik Islam yang melibatkan satwa liar. Namun , sepanjang sejarah, agama telah memainkan peran penting sebagai pengendali konsumsi spesies hewan yang beberapa di antaranya sekarang terancam punah.
(Bryan Christy)

sumber: http://nationalgeographic.co.id

0 komentar:

Erupsi Vulkanik Bantu Lambatkan Pemanasan Global

Partikel yang dikeluarkan oleh gunung api di awal abad 21 memberikan efek seperti cermin yang membantu mengurangi perubahan iklim.

Meskipun letusan gunung api memuntahkan abu vulkanik berton-ton, tapi itu ternyata bisa berdampak untuk menjebak panas karbondioksida naik ke udara. Erupsi dari letusan gunung api telah membantu perlambat pemanasan global selama dua dekade terakhir ini. Oleh karena itu, penelitian terbaru dilakukan pengaturan model iklim dengan memanfaatkan letusan gunung api.

Gunung api dapat menghasilkan gas sulfur dioksida. Gas tersebut kemudian berubah menjadi partikel kecil asam sulfat di atmosfer. Partikel asam tersebut bertindak seperti cermin-cermin kecil yang dapat memantulkan sinar matahari ke angkasa. Sebagai contoh, setelah letusan gunung api yang sangat besar pada 15 Juni 1991, suhu permukaan bumi berubah lebih rendah dari sebelumnya.

Sebuah hasil studi yang baru diterbitkan di Nature Geoscience juga membuktikan bahwa parikel-partikel yang dikeluarkan oleh gunung api di awal abad 21 memberikan efek seperti cermin yang telah membantu mengurangi perubahan iklim.

Dengan adanya partikel itu di atmosfer, telah membantu mengurangi pemanasan global sekitas 15 persen.

 ( Axel Natanael Nahusuly, Sumber: intisari-online.com)

0 komentar:

Posting Posting

LINK GEOGRAFI